Home besties about daftarisi tipsnulis petunjuk contact

Jumat, 21 Maret 2014

Hari Terakhir

Aku masih ingat, hari Rabu waktu itu adalah hari terakhir Ujian Nasional untuk Sekolah Dasar.
Tepat saat bel pulang berbunyi, suasana jadi gegap gempita. Sorak sorai kebahagiaan terus dipekikkan. Aku termasuk salah satu orang yang antusias dengan hari terakhir Ujian Nasional. Karena pada hari itu semua beban melayang bebas, seluruh kesedihan pergi menghilang, dan semua penat terbayar lunas.

Tos-tosan ria ditepukkan oleh banyak anak, dan aku juga. Nyaris saja aku menitikkan air mata karena terlalu bahagia. Aku, dan tiga temanku sengaja pulang lama. Kami masih ingin menikmati suasana indah.
Yang menjadi salah satu dari hari-hari terakhir di sekolah.

Saat aku keluar gedung sekolah, kulihat langit mulai mengabu. Perlahan namun pasti, tetesan air jatuh dari langit, mengiringi kegembiraan kami. Hari ini, aku tak peduli lagi kalau bajuku basah kuyup dan tak kering. Baju basah tak ada apa-apanya dibanding lelahnya dalam belajar menghadapi ujian. Mungkin terlalu berlebihan, tapi itulah kenyataannya. Tepatnya, kenyataanku.

Tiba-tiba di tengah candaan yang dilontarkan kawan-kawanku, dia melintas di hadapanku. Dia adalah salah satu orang penting dalam kehidupanku di kelas enam. Aku tertegun sejenak.

Mungkinkah ini akan jadi hari terakhir aku melihatnya?

Diam-diam, aku mengikuti langkahnya bersama teman-temannya. Untunglah dia tak tahu aku membuntutinya. Hujan yang makin deras tak jadi masalah. Yang penting aku bisa melihatnya. Melihat rambutnya yang selalu memesona. Melihat caranya melangkah yang sering masuk ke khayalan. Dan juga mendengar suaranya yang selalu saja membuatku ingin tertawa. Suaranya selalu terdengar lucu di telingaku.
Seketika aku, dalam keriuhan jalanan sekitar sekolah, terhimpit oleh rasa. Rasa yang membuatku kesulitan berkata-kata, rasa yang aku sendiri susah menjelaskannya.
Rasa sesak yang mendalam.

Flashback pun dimulai.
Aku teringat takdir yang begitu teganya memberitahuku bahwa dia akan melanjutkan pendidikan ke sekolah yang berbeda denganku. Aku masih tak terima waktu mengetahui kalau dua minggu lalu adalah hari terakhir aku mati-matian menahan tawa karena leluconnya. Aku bertambah tak terima saat tahu bahwa hari ini adalah terakhir kali aku melihat dia dan kepolosannya. Terlebih hari ini juga hari terakhir aku mendengar kata-katanya.
Menyesal sekali aku jarang berbicara padanya. Terakhir, yang kuucapkan padanya hanyalah sepatah-dua patah kata tak penting, yang aku sendiri juga tak ingat.

Kudengar dia bercakap banyak dengan kawan-kawannya. Aku tak tahu pasti apa yang mereka bicarakan, tetapi aku hanya bisa tersenyum. Aku senang melihatnya bahagia begitu. Aku suka melihatnya tertawa lepas begitu. Diam-diam aku tersenyum lega. Lega karena dia masih dia yang sama seperti saat aku pertama menemuinya. Aku senang, dia tak berubah.
Namun, di balik kelegaan itu, aku sebenarnya sedang berharap. Berharap aku masih bisa mengobrol, oh, setidaknya berkirim pesan dengannya.

Aku mendongak memandang langit sejenak. Gerimis membasahi tanah dan langit tak segelap tadi. Hari yang seharusnya indah ini diporak-porandakan oleh rasa yang disebabkan olehnya. Kesesakan ini masih saja memelukku erat-erat. Kudengar teman-temanku sibuk bercanda tawa, namun aku tetap diam. Merenungi takdir yang tak pernah terpikirkan. Tapi tak apa-apalah, toh kami masih tinggal di satu kota. Kalau beruntung, aku bisa saja bertemu dengannya di pusat perbelanjaan. Atau mungkin, di sekolah lama? Semua kemungkinan masih ada, aku pun berusaha tenang-tenang saja.

Perlahan, dia mulai menjauh dari teman-temannya karena ini sudah waktunya untuk pulang. Dia sudah dijemput rupanya. Mobilnya telah terparkir di depan sekolah, dan kuharap hari ini bukan hari terakhir aku melihat angka-angka manis di platnya.

Dari jarak enam meter, aku melihat dia membuka pintu mobil sambil tersenyum kecil. Aku berbisik pelan padanya lewat angin, dengan senyum tipis yang tertahan sedih.

“Semoga kita masih bisa bertemu lagi....”


6 komentar:

  1. Someday you will be meet herself inshaAllah. Don't ever sorry, keep pray for her, may Allah protect her. Ameen. Be patient and keep spirit!

    BalasHapus
  2. 'her'? wahahaaa amiinnnn ^^ kangen banget aku sama dia :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh, your friend is boy! MashaAllah...Be careful!

      Hapus
    2. wahaha tenang, hubungan aku sama dia enggak lebih dari sekedar teman :) :p

      Hapus
  3. Oh ya, Yumna, itu kan juga termasuk cerpen, jadi ada yang ditambah-tambahi dikit gitu .____. Woles :D XD

    BalasHapus

Terima kasih bila sudah menyempatkan diri untuk berkomentar! 💕 :)

No captcha, no moderation, and no login here! Tinggal isi kolom komentar lalu publish, sesimpel itu! Bisa juga pakai anonim jika diperlukan (tho I don't recommend it) :).