Home besties about daftarisi tipsnulis petunjuk contact

Selasa, 14 Januari 2014

Ingatkah Kamu?

Ku teringat hati, yang bertabur mimpi.
Aku hanya bisa tersenyum ketika mendengarmu terus-menerus menyemangatiku. Kamu terus saja meyakinkanku kalau aku bisa. Tetapi aku tetap diam dan tak menjawab apapun.
“Bermimpi itu indah, tau!” serumu meyakinkanku untuk kesekian kalinya.
“Tapi ... kalau mimpi itu enggak terwujud, apa itu tetap ‘indah’?” aku mencoba berargumen.
“Kok kamu nanya begitu? Memangnya kamu sudah mencobanya?” Kamu pun menjulurkan lidah.

Aku tertawa. Tingkahmu yang penuh semangat itu sudah menjadi ciri khasmu. Dan, lihat? Kamu berhasil membuatku percaya kalau bermimpi itu memang indah.
Kemudian kita membuat puluhan wishes tentang tempat yang akan kita kunjungi suatu hari nanti. Aku benar-benar berharap kita bisa pergi ke sana bersama-sama dan mengalami kejadian indah di sana.
Kamu melontarkan celotehan tentang semua keinginanmu. Aku cuma bisa mengangguk-angguk dan tersenyum simpul. Ya, aku memang diam. Tapi sebenarnya, saat kamu mengucap seluruh harapanmu, aku mengatakan sesuatu dalam hati.
“Amin. Amin!”

Kamu pun mendesakku supaya ikut berharap. Aku terdiam, tak tahu apa yang bisa kuharapkan. Rasanya hidupku ini sudah lebih dari cukup.
Lama-kelamaan, kamu kesal juga padaku. “Woi, buat permintaan, dong!” serumu sebal.
“Eehh—iya, iya,” kataku akhirnya sambil nyengir. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, lalu menatapmu dalam-dalam.
“Aku pengen kita terus bersama dan tak terpisahkan,” ucapku tulus.
Kamu terkekeh. Kulihat bibirmu membentuk sesimpul senyum yang teramat-sangat indah. “Aku harap begitu.”
Kita sama-sama tersenyum sambil memandang langit senja yang kemerahan.

Ah, tapi itu sudah lama sekali terjadi. Sekarang kamu malah menghilang begitu saja. Aku benci kenyataan ini.
Aku benci!
Aku benar-benar benci.
Ke mana kau pergi, cinta?

Perjalanan sunyi, engkau tempuh sendiri
Kamu memutuskan untuk lenyap dari hadapanku. Harapanku yang dulu kuucapkan dengan tulus di hadapanmu malah kamu runtuhkan sesuka hatimu.
Kamu memilih pergi untuk mengejar mimpi-mimpi yang dahulu kamu bagi padaku.
“Hei ... jadi, kenapa kamu masih menangis?” tanyamu sambil berusaha tersenyum di depanku. Kamu menepuk bahuku.
“Aku pasti kembali, kok,” lanjutmu.
Aku lagi-lagi hanya diam. Aku tidak bisa menjawab. Aku tidak tahu kata apa yang harus kupilih untuk membalas ucapanmu.
“Tap ... tapi ... aku inginnya kita bisa sama-sama terus seperti ini,” gumamku lirih.
“Kamu tahu, enggak? Ada saatnya di mana orang yang kamu sayang harus pergi. Bisa untuk sementara, bisa juga untuk selamanya,” ujarmu serius. “Dan kamu beruntung, aku cuma pergi untuk sementara. Ingat itu!”

Aku tersenyum tipis, lalu tertawa kecil. Ucapanmu benar. Tapi ... tapi ... jadi, bagaimana denganku? Apa aku harus duduk manis di sini sampai kamu kembali?
“Hei, kamu harus tegar, dong!” kamu menyemangatiku.
“Mana mungkin aku bisa kuat?” balasku sengit. Kamu itu orang yang benar-benar berarti bagiku. Kamulah yang membuat pelangi setelah hujan deras di langitku. Kamulah yang membuatku merasa istimewa setiap saat. Kamulah yang membuatku tahu siapa aku sebenarnya. Kamulah yang membuatku selalu bersemangat setiap harinya.
Mana mungkin aku bisa kuat saat aku tahu kalau kamu akan pergi?
“Tapi ... aku takut kalau kamu enggak balik lagi ke sini!” seruku.
“Aku pasti pulang. Percaya, deh,” katamu sambil mengerlingkan mata. “Aku bisa jaga diri. Walaupun aku menjalani semuanya sendiri, aku tidak benar-benar sendirian. Doamu pasti mengiringiku, kan?” tanyamu dengan penuh percaya diri.
Aku tertawa. “Ya, itu pasti.”
Kuatkanlah hati, cinta.

Kekuatan hati, yang berpegang janji.
Aku memandangmu dalam-dalam. Di dalam matamu kulihat binar kesedihan yang mendalam. Aku tahu, kamu sebenarnya juga sedih, kan? Tapi kamu tak mau menunjukkannya.
“Kamu tenang, dong. Jangan sedih begitu. Jadinya, kan, aku ikut sedih,” bujukmu sambil tersenyum lebar. Kamu berusaha tertawa, tapi kenyataannya yang kudengar hanyalah tawa hambar. Bukan tawa asli khasmu.
“Memangnya ada, ya, orang yang tertawa waktu berpisah dengan orang terdekatnya sendiri? Ada, hah?!” tanyaku sebal. Wajah cemberutku muncul lagi.

Kamu malah tertawa. Tawa murnimu yang kali ini terdengar. Tawa yang membuatku merasa nyaman, yang membuatku bahagia. Tanpa sadar aku pun tersenyum.
“Ada, kok. Barusan aku tertawa?” ujarmu sambil menjulurkan lidah padaku. “Dengarkan aku. Aku pergi untukmu juga. Aku akan kembali dengan seribu angan yang berhasil kucapai. Aku tidak akan pulang dengan tangan kosong. Aku akan pulang nantinya dengan membawa kebahagiaan untukmu.”
Aku luluh mendengarnya.
Genggamlah tanganku, cinta.

Ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri.
Lagi-lagi aku terus diam. Aku dan kamu tak beranjak dari duduk. Entahlah, aku senang sekali duduk di atas bukit hijau ini dari dulu, setiap harinya, bersamamu. Dari sinilah langit indah terlihat dengan jelas. Burung-burung yang terbang juga mempercantik suasana.
“Aku memang hilang dari hadapanmu,” katamu sambil menatapku. “Tapi aku akan ada, selalu ada di hatimu. Oh, iya. Walaupun aku pergi nanti, kamu harus tetap hidup bahagia di sini. Kamu enggak boleh menangisi aku, ya.”
Aku termenung.

“Jadi, gimana? Kamu mengizinkan aku pergi? Kamu sudah merestui kepergianku, belum?” candaan terlontar dari mulutmu.
Aku menatapmu. Dengan berat hati, aku mengangguk.
“Aku izinkan, kok .... Kebahagiaanmu itu kebahagiaanku juga, tau.”
Kamu tersenyum lebar. Senyum itu kupotret dalam jumlah banyak dan kusimpan di memori otakku.
Temani hatimu, cinta.
***
Ingatkan engkau kepada embun pagi bersahaja?
Sekarang kamu sudah benar-benar pergi, dan aku tidak tahu kapan kamu akan kembali. Aku masih duduk di atas bukit seperti biasa, masih sama. Bedanya hanya satu: kamu tidak ada.
Tidak ada lagi sosok yang menemaniku saat sepi, saat berduka, saat tak sanggup menerima kenyataan pahit. Tidak ada lagi sosok yang ikut senang saat aku bahagia. Tiada lagi sosok yang menyemangatiku di tengah keputus-asaanku. Tiada lagi sosok yang menertawai kecerobohanku. Tiada lagi sosok yang membuatku terpingkal di tengah tangis. Tiada lagi sosok itu, tiada lagi.
Tubuhmu seolah hilang ditelan ruang dan waktu.

Namun memori tentangmu tidak akan pernah lenyap, tidak akan pernah terlupa.
Hei, di sana, kamu sudah menemukan pengganti bukit hijau favorit kita berdua ini, belum? Pasti belum, dan kuharap tidak akan pernah.
Ingatkah kamu pada langit elok yang sangat kita kagumi dari dulu? Ingatkah kamu pada embun yang menetes di pagi hari saat kita duduk di bukit ini?
Yang menemanimu sebelum cahaya.

Ingatkah engkau kepada angin yang berhembus mesra?
Kalau kamu sudah lupa, biarlah aku yang mengingat dan terus mengingat. Dan aku akan mengingatkanmu lagi tentang semua ini saat kamu kembali nanti.
Oh ya, bagaimana dengan angin yang selalu menemani kita setiap senja? Kamu masih ingat? Bagaimana dengan awan yang sering kita tertawakan di kala siang? Kamu masih ingat?
Kamu masih ingat, kan?

Aku tidak tahu lagi harus berkata apa. Rindu ini sangat menyesakkanku dan aku tak tahu harus melampiaskannya ke mana. Ke siapa.
Rindu ini benar-benar menyiksaku.
Tepukan tanganmu di bahuku kadang terdengar dengan jelas, bahkan kadang terasa. Aku tidak tahu kenapa aku rasanya benar-benar gila karena kau tinggalkan. Tetapi pesanmu yang selalu teringat di otakku membuatku tidak benar-benar gila.
“Walaupun aku pergi nanti, kamu harus tetap hidup bahagia di sini, ya.”
Kata-kata itu masih terkenang di benakku.
Ya, aku janji aku akan hidup bahagia walaupun tanpamu. Aku janji. Demi kamu.

Ssssttt ....
Angin berhembus dengan mesra, menyelimuti tubuhku. Biasanya angin ini kurasakan bersamamu, dulu. Dan sekarang aku dan kamu sebenarnya masih merasakannya juga, kok. Tapi kita merasakannya sendiri-sendiri.
“Angin, terima kasih, ya,” kataku bahagia namun pelan.
Karena angin inilah yang mengingatkanku padamu. Angin inilah yang membawa sejuta memori tentangmu padaku.
Angin inilah,
yang kan membelaimu, cinta.

Aku tak bisa lagi menahan rindu.
Tanpa kusadari, air mataku tumpah ruah saat ini juga.
kan membelaimu, cinta.

2 komentar:

Terima kasih bila sudah menyempatkan diri untuk berkomentar! 💕 :)

No captcha, no moderation, and no login here! Tinggal isi kolom komentar lalu publish, sesimpel itu! Bisa juga pakai anonim jika diperlukan (tho I don't recommend it) :).